Di
zaman era yang modernisasi seperti ini, persaingan pendidikan semakin
meningkat, bukan hanya di tingkat perkotaan saja yang mengalami
peningkatan akan tetapi di tingkat pedesaan juga tidak kalah penting
ikut berperan dalam hal itu. Peningkatan itu tidaklah lepas dari biaya
pendidikan itu sendiri.
Semakin
tahun biaya pendidikan bukan nya menurun, malah semakin meningkat
sehingga tidak sedikit orang lebih memilih bekerja dibandingkan sekolah.
Di pedesaan contohnya, sekolah mulai mereka tempuh dari tingkat SD,
mereka belum pernah merasakan duduk di bangku Taman Kanak-kanak atau
TPA, karena sarana dan prasarana nya kurang.
Berbicara
masalah Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah ( RAPBS ) yang
setiap tahunnya selalu berubah-ubah sehingga masalah ketetapan biaya
pertahunnya tidak bisa hanya di kira-kira, biaya tersebut perlu
keterangan yang pasti dan akurat.
BAB II
PEMBAHASAN
ORGANISASI NIRLABA
A. Profit dan Non Profit, Laba dan Nirlaba
Organisasi
nirlaba atau organisasi non profit adalah suatu organisasi yang
bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal di dalam menarik
publik untuk suatu tujuan yang tidak komersial, tanpa ada perhatian
terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba (moneter). organisasi
nirlaba meliputi keagamaan, sekolah negeri, derma publik, rumah sakit
dan klinik publik, organisasi politis, bantuan masyarakat dalam hal
perundang-undangan, organisasi sukarelawan, serikat buruh.
Menurut
PSAK No.45 bahwa organisasi nirlaba memperoleh sumber daya dari
sumbangan para anggota dan para penyumbang lain yang tidak mengharapkan
imbalan apapun dari organisasi tersebut. (IAI, 2004: 45.1)
Lembaga
atau organisasi nirlaba merupakan suatu lembaga atau kumpulan dari
beberapa individu yang memiliki tujuan tertentu dan bekerja sama untuk
mencapai tujuan tadi, dalam pelaksanaannya kegiatan yang mereka lakukan
tidak berorientasi pada pemupukan laba atau kekayaan semata (Pahala
Nainggolan, 2005 : 01). Lembaga nirlaba atau organisasi non profit
merupakan salah satu komponen dalam masyarakat yang perannya terasa
menjadi penting sejak era reformasi, tanpa disadari dalam kehidupan
sehari-hari kini semakin banyak keterlibatan lembaga nirlaba.
Organisasi
nirlaba pada prinsipnya adalah alat untuk mencapai tujuan (aktualisasi
filosofi) dari sekelompok orang yang memilikinya. Karena itu bukan tidak
mungkin diantara lembaga yang satu dengan yang lain memiliki filosofi
(pandangan hidup) yang berbeda, maka operasionalisasi dari filosofi
tersebut kemungkinan juga akan berbeda. Karena filosofi yang dimiliki
organisasi nirlaba sangat tergantung dari sejarah yang pernah dilaluinya
dan lingkungan poleksosbud (politik, ekonomi, sosial dan budaya) tempat
organisasi nirlaba itu ada.
Perbedaan organisasi nirlaba dengan organisasi laba
Banyak
hal yang membedakan antara organisasi nirlaba dengan organisasi lainnya
(laba). Dalam hal kepemilikan, tidak jelas siapa sesungguhnya ’pemilik’
organisasi nirlaba, apakah anggota, klien, atau donatur. Pada
organisasi laba, pemilik jelas memperoleh untung dari hasil usaha
organisasinya. Dalam hal donatur, organisasi nirlaba membutuhkannya
sebagai sumber pendanaan. Berbeda dengan organisasi laba yang telah
memiliki sumber pendanaan yang jelas, yakni dari keuntungan usahanya.
Dalam hal penyebaran tanggung jawab, pada organisasi laba telah jelas
siapa yang menjadi Dewan Komisaris, yang kemudian memilih seorang
Direktur Pelaksana. Sedangkan pada organisasi nirlaba, hal ini tidak
mudah dilakukan. Anggota Dewan Komisaris bukanlah ’pemilik’ organisasi.
Organisasi
nirlaba, non-profit, membutuhkan pengelolaan yang berbeda dengan
organisasi profit dan pemerintahan. Pengelolaan organisasi nirlaba dan
kriteria-kriteria pencapaian kinerja organisasi tidak berdasar pada
pertimbangan ekonomi semata, tetapi sejauhmana masyarakat yang
dilayaninya diberdayakan sesuai dengan konteks hidup dan potensi-potensi
kemanusiaannya. Sifat sosial dan kemanusiaan sejati merupakan ciri khas
pelayanan organisasi-organisasi nirlaba. Manusia menjadi pusat
sekaligus agen perubahan dan pembaruan masyarakat untuk mengurangi
kemiskinan, menciptakan kesejahteraan, kesetaraan gender, keadilan, dan
kedamaian, bebas dari konfilk dan kekerasan. Kesalahan dan kurang
pengetahuan dalam mengelola organisasi nirlaba, justru akan menjebak
masyarakat hidup dalam kemiskinan, ketidakberdayaan, konflik dan
kekerasan sosial. Pengelolaan organisasi nirlaba, membutuhkan kepedulian
dan integritas pribadi dan organisasi sebagai agen perubahan
masyarakat, serta pemahaman yang komprehensif dengan memadukan
pengalaman-pengalaman konkrit dan teori manajemen yang handal, unggul
dan mumpuni, sebagai hasil dari proses pembelajaran bersama masyarakat.
Dalam
konteks pembangunan organisasi nirlaba yang unggul, berkelanjutan dan
memberikan energi perubahan dan pembaruan bagi masyarakat, Bernardine R.
Wirjana, profesional dalam bidang pemberdayaan masyarakat, yang selama
dua dasawarsa menjadi pelaku manajemen organisasi nirlaba, mengabadikan
proses pembelajaran atas pengalaman-pengalaman laoangan dan teori-teori
manajemen terkini dalam bidang pemberdayaan masyarakat.
Ciri-Ciri Organisasi Nirlaba
1. Sumber
daya entitas berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapakan
pembayaran kembali atas manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah
sumber daya yang diberikan.
2. Menghasilkan
barang dan/ atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba, dan kalau suatu
entitas menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak pernah dibagikan kepada
para pendiri atau pemilik entitas tersebut.
3. Tidak
ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis, dalam arti
bahwa kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual,
dialihkan, atau ditebus kembali, atau kepemilikan tersebut tidak
mencerminkan proporsi pembagian sumber daya entitas pada saat likuiditas
atau pembubaran entitas.
Keadaan Organissai Nirlaba di Indonesia
Menurut
Wikipedia Indonesia, organisasi nirlaba atau organisasi non profit
adalah suatu organisasi yang bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu
atau perihal didalam menarik perhatian publik untuk suatu tujuan yang
tidak komersial, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat
mencari laba (moneter). Organisasi nirlaba meliputi gereja, sekolah
negeri, derma publik, rumah sakit dan klinik publik, organisasi politis,
bantuan masyarakat dalam hal perundang-undangan, organisasi jasa
sukarelawan, serikat buruh, asosiasi profesional, institut riset,
museum, dan beberapa para petugas pemerintah.
Karakter
dan tujuan dari organisasi non profit menjadi jelas terlihat ketika
dibandingkan dengan organisasi profit. Organisasi non profit berdiri
untuk mewujudkan perubahan pada individu atau komunitas, sedangkan
organisasi profit sesuai dengan namanya jelas-jelas bertujuan untuk
mencari keuntungan. Organisasi nonprofit menjadikan sumber daya manusia
sebagai asset yang paling berharga, karena semua aktivitas organisasi
ini pada dasarnya adalah dari, oleh dan untuk manusia.
Organisasi
profit memiliki kepentingan yang besar terhadap berkembangnya
organisasi nirlaba. Dari onganisasi inilah sumber daya manusia yang
handal terlahir, memiliki daya saing yang tinggi, aspek kepemimpinan,
serta sigap menghadapi perubahan. Hampir diseluruh dunia ini, organisasi
nirlaba merupakan agen perubahan terhadap tatanan hidup suatu komunitas
yang lebih baik. Daya jelajah mereka menyentuh pelosok dunia yang
bahkan tidak bisa terlayani oleh organisasi pemerintah. Kita telah
saksikan sendiri, bagaimana efektifnya daya jelajah organisasi nirlaba
ketika terjdi bencana tsunami di Aceh, ratusan organisasi nirlaba dari
seluruh dunia seakan berlomba membuat prestasi tehadap proyek
kemanusiaan bagi masyarakat Aceh. Organisasi profit juga mendapatkan
keuntungan langsung dengan majunya komunitas, mereka mendapatkan market
yang terus bertumbuh karena daya beli komunitas yang kian hari kian
berkembang atas pembinaan organisasi nirlaba.
Contoh Organisasi Nirlaba
A. Yayasan Sosial Misalnya : Supersemar, Yatim Piatu dsb
B. Yayasan Dana, misalnya : Pundi Amal SCTV, RCTI Peduli, Dompet Dhu’afa,
C. Lembaga Advokasi. Misalnya : Perlindungan kekerasan dalam RT
D. Balai Keselamatan. Misalnya : Tim SAR
E. Yayasan Kanker Indonesia
F. PMI
B. Rencana Anggaran dan Belanja Sekolah (RAPBS)
RAPBS
adalah rencana biaya dan pendanaan rinci untuk tahun pertama. RAPBS
berkaitan dengan penjabaran pembiayaan dari program kerja tahunan
sekolah atau madrasah. Pembiayaan yang direncanakan baik penerimaan
maupun penggunaannya selama satu tahun itulah yang dituangkan dalam
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) atau Rencana
Anggaran Pendapatan dan Belanja Madrasah (RAPBM).
Dalam Depdiknas (1999) dijelaskan ada beberapa langkah dalam penyusunan RAPBS, yaitu:
1. Mengiventaris program/kegiatan sekolah selama satu tahun mendatang;
2. Menyusun program/kegiatan tersebut berdasarkan jenis kerja dan prioritas;
3. Menghitung volume, harga satuan dan kebutuhan dana untuk setiap komponen kegiatan;
4. Membuat
kertas kerja dan lembaran kerja, menentukan sumber dana dan pembebanan
anggaran serta menuangkannya ke dalam format buku RAPBS/RAPBM;
5. Menghimpun data pendukung yang akurat untuk bahan acuan guna mempertahankan anggaran yang diajukan.
Anggaran baiaya sekolah terdiri dari dua hal yang satu sama lain saling berkaitan.
Pertama anggaran pemerintahan/ pendapatan, dan
kedua anggaran
pengeluaran yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang
diselenggarakan sekolah. Anggaran penerimaan adalah pendapatan yang
diperoleh setiap tahun oleh sekolah dari berbagai sumber resmi dan
diterima secara teratur atau tidak. Sedangkan anggaran pengeluaran
adalah jumlah uang yang dibelanjakan setiap tahun untuk kepentingan
pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran di sekolah.
Belanja
sekolah sangatlah ditentukan oleh besarnya anggaran pendapatan atau
penerimaaan sekolah yang diterima dari berbagai sumber, langsung atau
tidak langsung. Pengeluaran sekolah tersebut dapat dikategorikan kepada
bebearapa hal, yaitu:
1. Pengeluaran untuk pelaksanaan pembelajaran;
2. Pengeluaran untuk tatauasaha sekolah;
3. Untuk pemeliharaan sarana dan prasarana (fasilitas) sekolah;
4. Pengeluaran untuk kesejahteraan pegawai;
5. Pengeluaran untukn administrasi;
FUNGSI ANGGARAN
Anggaran berfungsi sebagai:
a. Alat perencanaan dan pengendalian
b. Alat bantu bagi manajemen dalam menempatkan organisasi dalam posisi kuatatau lemah
c. Tolak ukur keberhasilan organisasi dalam pencapaian tujuan
d. Alat motivasi bagi pimpinan dan karyawan untuk bertindak efisien
PRINSIP PENYUSUNAN ANGGARAN
Dalam menyusun anggaran, ada beberapa prinsip yang harus dipenuhi, antara lain;
a. Ada pembagian wewenang dan tanggung jawab yang jelas dalam manajemen dan organisasi
b. Ada sistem akuntansi yang memadai
c. Ada analisis dan penelitian untuk menilai kinerja organisasi
d. Ada dukungan dari pelaksana, mulai dari tingkat atas sampai tingkat bawah
Persoalan
penting yang harus diperhatikan dalam menyusun anggaran suatu
organisasi adalah bagaimana memanfaatkan dana secara efisien dan
mengalokasikannnya secara tepat secara prioritas.
C. ALOKASI DANA
Perlu
diperhatikan bahwa alokasi anggaran pendidikan dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah besarnya tidak sama. Hal ini didasarkan pada dua hal,
yaitu:
1. Kebutuhan biaya penyelenggaraan pendidikan di setiap daerah,
2. Banyaknya jumlah sekolah, kelas siswa dan guru disetiap daerah.
Dengan
mempertimbangkan kedua hal tersebut, maka pada umumnya daerah
perkotaan memperoleh anggaran lebih besar daripada daerah pendesaan,
karena memiliki unit sekolah lebih banyak sehingga membutuhkan
pembiayaan yang lebih besar.
Dalam menentukan anggaran permasalahan yang sering dihadapi oleh para penyusun anggaran adalah;
1. Perubahan tingkat harga yang mengakibatkan berubahnya biaya-biaya operasional,
2. Perubahan tujuan dan skala prioritas organisasi
D. PENGAWASAN
Pengawasan
dilakukan secara langsung oleh para pimpinan terhadap bidang yang
menggunakan keuangan. Tetapi secara sruktural dan fungsional ada proses
pengawasan yang bekerja untuk mengaudit penggunaan pembiayaan yang
dikeluarkan.
Pemanfaatan
anggaran tidak boleh dibiarkan begitu saja, karena itu diperlukan
pengawasan anggaran sebagai upaya memperkuat akuntabilitas para pimpinan
sekolah. Pengawasan anggaran bertujuan untuk mengukur, membandingkan
dan menilai alokasi biaya dengan tingkat penggunaannya. Dengan kata
lain, pengawasan anggaran dilakukan untuk mengetahui efektivitas dan
efisiensi alokasi. Secara umum proses pengawasan tersebut mencakup
kegiatan memantau, menilai dan melaporkan hasil pengawasan kepada
pemerintah, atau yayasan (swasta/masyarkat).
Dalam
kebijakan umum pengawasan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
(Rakernas, 1999), sistem pengawasan harus berorientasi pada hal-hal
berikut:
1. Sistem
pengawasan fungsional yang dimulai sejak perencanaan yang menyangkut
aspek penilaian kehematan, efisiensi dan efektivitas yang mencakup
seluruh aktivitas program di setiap bidang organisasi.
2. Hasil
temuan pengawasan harus ditindaklanjuti dengan koordinasi antara aparat
pengawasan dengan aparat penegak hukum serta instansi terkait turut
menyamakan perssepsi, mencari pemecahan bersama atas masalah yang
dihadapi.
3. Kegiatan pengawasan hendaknya lebih diarahkan pada bidang-bidang yang strategis dan memperhatikan aspek manajemen.
4. Akurat, artinya informasi tentang kinerja yang diawasi memiliki ketepatan data/informasi yang tinggi.
E. PERTANGGUNGJAWABAN
Prinsip-prinsip Pertanggungjawaban Keuangan, meliputi:
1. Diusahakan secara singkat dan dilaksanakan pada setiap akhir pekan.
2. Periksa terlebih dahulu Buku Kas Umum dalam hubungannya dengan buku yang lain setiap akhir bulan.
3. Diperingatkan kepada bendaharawan mengenai: pengiriman SPJ (Surat Pertanggungjawaban) bulanan,
4. Diperiksa pengurusan barang inventaris dan penyimpanan dokumen pertinggalkeuangan sewaktu-waktu.
5. Diadakan pemeriksaan kas dengan menyusun Berita Acara Pemeriksaan Kas setiap akhir triwulan secara teratur.
6. Atasan langsung atau bendaharawan bertanggungjawab atas keuangan negara
7. Dilaporkan
dengan segera (paling lambat 1 minggu) jika terjadi kerugian yang
diderita oleh negara karena penggelapan atau perbuatan lain, kepada
Sekretaris Jendral Depdiknas c.i. Kepala Biro Keuangan dengan tembusan
kepada Inspektur Jendral Depdiknas dan BPK.
Dalam menentukan pemeriksaan satuan kerja, perlu mengadakan penilaian yang mencakup:
1. Terselenggaranya pengawasan atasan langsung yang menjamin pelaksanaan tugas secara efektif dan efisien.
2. Ketaatan dan ketepantan terhadap ketentuan yang berlaku.
3. Pencapaian dari recana dan program, baik target finansial, target fisik, maupun target fungsional.
4. Faktor ketenangan personil yang melaksanaan kegiatan pemeriksaan.
Dalam organisasi pendidikan, baik anggaran rutin maupun pembangunan terdapat 9 kategori pembelanjaan, yaitu:
1. Dana cadangan untuk keperluan khusus, seperti dana sosial, biaya menerima tamu, membayar utang.
2. Pembelian barang, gaji dan kesejahteraan personil.
3. Belanja untuk melaksanakan tugas, barang habis pakai pada waktu pengajaran.
4. Dana pengadaan media, berbagai macam layanan, komunikasi.
5. Biaya fasilitas air, lampu, sanitasi, anggaran, pertanian sekolah.
6. Biaya bimbingan konseling, dosen tamu, karya wisata.
7. Perbaikan dan pengembangan kurikulum.
Disusun Oleh :
Nur Faizah
Surimah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar