Selasa, 20 November 2012

Kelompok 4

Di zaman era yang modernisasi seperti ini, persaingan pendidikan semakin meningkat, bukan hanya di tingkat perkotaan saja yang mengalami peningkatan akan tetapi di tingkat pedesaan juga tidak kalah penting ikut berperan dalam hal itu. Peningkatan itu tidaklah lepas dari biaya pendidikan itu sendiri.
Semakin tahun biaya pendidikan bukan nya menurun, malah semakin meningkat sehingga tidak sedikit orang lebih memilih bekerja dibandingkan sekolah. Di pedesaan contohnya, sekolah mulai mereka tempuh dari tingkat SD, mereka belum pernah merasakan duduk di bangku Taman Kanak-kanak atau TPA, karena sarana dan prasarana nya kurang.
Berbicara masalah Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah ( RAPBS ) yang setiap tahunnya selalu berubah-ubah sehingga masalah ketetapan biaya pertahunnya tidak bisa hanya di kira-kira, biaya tersebut perlu keterangan yang pasti dan akurat.
BAB II
PEMBAHASAN
ORGANISASI  NIRLABA
A.    Profit dan Non Profit, Laba dan Nirlaba
Organisasi nirlaba atau organisasi non profit adalah suatu organisasi yang bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal di dalam menarik publik untuk suatu tujuan yang tidak komersial, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba (moneter). organisasi nirlaba meliputi keagamaan, sekolah negeri, derma publik, rumah sakit dan klinik publik, organisasi politis, bantuan masyarakat dalam hal perundang-undangan, organisasi sukarelawan, serikat buruh.
Menurut PSAK No.45 bahwa organisasi nirlaba memperoleh sumber daya dari sumbangan para anggota dan para penyumbang lain yang tidak mengharapkan imbalan apapun dari organisasi tersebut. (IAI, 2004: 45.1)
Lembaga atau organisasi nirlaba merupakan suatu lembaga atau kumpulan dari beberapa individu yang memiliki tujuan tertentu dan bekerja sama untuk mencapai tujuan tadi, dalam pelaksanaannya kegiatan yang mereka lakukan tidak berorientasi pada pemupukan laba atau kekayaan semata (Pahala Nainggolan, 2005 : 01). Lembaga nirlaba atau organisasi non profit merupakan salah satu komponen dalam masyarakat yang perannya terasa menjadi penting sejak era reformasi, tanpa disadari dalam kehidupan sehari-hari kini semakin banyak keterlibatan lembaga nirlaba.
Organisasi nirlaba pada prinsipnya adalah alat untuk mencapai tujuan (aktualisasi filosofi) dari sekelompok orang yang memilikinya. Karena itu bukan tidak mungkin diantara lembaga yang satu dengan yang lain memiliki filosofi (pandangan hidup) yang berbeda, maka operasionalisasi dari filosofi tersebut kemungkinan juga akan berbeda. Karena filosofi yang dimiliki organisasi nirlaba sangat tergantung dari sejarah yang pernah dilaluinya dan lingkungan poleksosbud (politik, ekonomi, sosial dan budaya) tempat organisasi nirlaba itu ada.
Perbedaan organisasi nirlaba dengan organisasi laba
Banyak hal yang membedakan antara organisasi nirlaba dengan organisasi lainnya (laba). Dalam hal kepemilikan, tidak jelas siapa sesungguhnya ’pemilik’ organisasi nirlaba, apakah anggota, klien, atau donatur. Pada organisasi laba, pemilik jelas memperoleh untung dari hasil usaha organisasinya. Dalam hal donatur, organisasi nirlaba membutuhkannya sebagai sumber pendanaan. Berbeda dengan organisasi laba yang telah memiliki sumber pendanaan yang jelas, yakni dari keuntungan usahanya. Dalam hal penyebaran tanggung jawab, pada organisasi laba telah jelas siapa yang menjadi Dewan Komisaris, yang kemudian memilih seorang Direktur Pelaksana. Sedangkan pada organisasi nirlaba, hal ini tidak mudah dilakukan. Anggota Dewan Komisaris bukanlah ’pemilik’ organisasi.
Organisasi nirlaba, non-profit, membutuhkan pengelolaan yang berbeda dengan organisasi profit dan pemerintahan. Pengelolaan organisasi nirlaba dan kriteria-kriteria pencapaian kinerja organisasi tidak berdasar pada pertimbangan ekonomi semata, tetapi sejauhmana masyarakat yang dilayaninya diberdayakan sesuai dengan konteks hidup dan potensi-potensi kemanusiaannya. Sifat sosial dan kemanusiaan sejati merupakan ciri khas pelayanan organisasi-organisasi nirlaba. Manusia menjadi pusat sekaligus agen perubahan dan pembaruan masyarakat untuk mengurangi kemiskinan, menciptakan kesejahteraan, kesetaraan gender, keadilan, dan kedamaian, bebas dari konfilk dan kekerasan. Kesalahan dan kurang pengetahuan dalam mengelola organisasi nirlaba, justru akan menjebak masyarakat hidup dalam kemiskinan, ketidakberdayaan, konflik dan kekerasan sosial. Pengelolaan organisasi nirlaba, membutuhkan kepedulian dan integritas pribadi dan organisasi sebagai agen perubahan masyarakat, serta pemahaman yang komprehensif dengan memadukan pengalaman-pengalaman konkrit dan teori manajemen yang handal, unggul dan mumpuni, sebagai hasil dari proses pembelajaran bersama masyarakat.
Dalam konteks pembangunan organisasi nirlaba yang unggul, berkelanjutan dan memberikan energi perubahan dan pembaruan bagi masyarakat, Bernardine R. Wirjana, profesional dalam bidang pemberdayaan masyarakat, yang selama dua dasawarsa menjadi pelaku manajemen organisasi nirlaba, mengabadikan proses pembelajaran atas pengalaman-pengalaman laoangan dan teori-teori manajemen terkini dalam bidang pemberdayaan masyarakat.
Ciri-Ciri Organisasi Nirlaba        
1.    Sumber daya entitas berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapakan pembayaran kembali atas manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan.
2.     Menghasilkan barang dan/ atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba, dan kalau suatu entitas menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak pernah dibagikan kepada para pendiri atau pemilik entitas tersebut.
3.     Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis, dalam arti bahwa kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan, atau ditebus kembali, atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian sumber daya entitas pada saat likuiditas atau pembubaran entitas.
Keadaan Organissai Nirlaba di Indonesia
Menurut Wikipedia Indonesia, organisasi nirlaba atau organisasi non profit adalah suatu organisasi yang bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal didalam menarik perhatian publik untuk suatu tujuan yang tidak komersial, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba (moneter). Organisasi nirlaba meliputi gereja, sekolah negeri, derma publik, rumah sakit dan klinik publik, organisasi politis, bantuan masyarakat dalam hal perundang-undangan, organisasi jasa sukarelawan, serikat buruh, asosiasi profesional, institut riset, museum, dan beberapa para petugas pemerintah.
Karakter dan tujuan dari organisasi non profit menjadi jelas terlihat ketika dibandingkan dengan organisasi profit. Organisasi non profit berdiri untuk mewujudkan perubahan pada individu atau komunitas, sedangkan organisasi profit sesuai dengan namanya jelas-jelas bertujuan untuk mencari keuntungan. Organisasi nonprofit menjadikan sumber daya manusia sebagai asset yang paling berharga, karena semua aktivitas organisasi ini pada dasarnya adalah dari, oleh dan untuk manusia.
Organisasi profit memiliki kepentingan yang besar terhadap berkembangnya organisasi nirlaba. Dari onganisasi inilah sumber daya manusia yang handal terlahir, memiliki daya saing yang tinggi, aspek kepemimpinan, serta sigap menghadapi perubahan. Hampir diseluruh dunia ini, organisasi nirlaba merupakan agen perubahan terhadap tatanan hidup suatu komunitas yang lebih baik. Daya jelajah mereka menyentuh pelosok dunia yang bahkan tidak bisa terlayani oleh organisasi pemerintah. Kita telah saksikan sendiri, bagaimana efektifnya daya jelajah organisasi nirlaba ketika terjdi bencana tsunami di Aceh, ratusan organisasi nirlaba dari seluruh dunia seakan berlomba membuat prestasi tehadap proyek kemanusiaan bagi masyarakat Aceh. Organisasi profit juga mendapatkan keuntungan langsung dengan majunya komunitas, mereka mendapatkan market yang terus bertumbuh karena daya beli komunitas yang kian hari kian berkembang atas pembinaan organisasi nirlaba.
Contoh Organisasi Nirlaba
A.  Yayasan Sosial Misalnya : Supersemar, Yatim Piatu dsb
B.  Yayasan Dana, misalnya : Pundi Amal SCTV, RCTI Peduli, Dompet Dhu’afa,
C.   Lembaga Advokasi. Misalnya : Perlindungan kekerasan dalam RT
D.   Balai Keselamatan. Misalnya : Tim SAR
E.   Yayasan Kanker Indonesia
F.   PMI
B.     Rencana Anggaran dan Belanja Sekolah (RAPBS)
RAPBS adalah rencana biaya dan pendanaan rinci untuk tahun pertama. RAPBS berkaitan dengan penjabaran pembiayaan dari program kerja tahunan sekolah atau madrasah. Pembiayaan yang direncanakan baik penerimaan maupun penggunaannya selama satu tahun itulah yang dituangkan dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) atau Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Madrasah (RAPBM).
Dalam Depdiknas (1999) dijelaskan ada beberapa langkah dalam penyusunan RAPBS, yaitu:
1.      Mengiventaris program/kegiatan sekolah selama satu tahun mendatang;
2.      Menyusun program/kegiatan tersebut berdasarkan jenis kerja dan prioritas;
3.      Menghitung volume, harga satuan dan kebutuhan dana untuk setiap komponen kegiatan;
4.  Membuat kertas kerja dan lembaran kerja, menentukan sumber dana dan pembebanan anggaran serta menuangkannya ke dalam format buku RAPBS/RAPBM;
5.  Menghimpun data pendukung yang akurat untuk bahan acuan guna mempertahankan anggaran yang diajukan.
Anggaran baiaya sekolah terdiri dari dua hal yang satu sama lain saling berkaitan.
Pertama anggaran pemerintahan/ pendapatan, dan 
kedua anggaran pengeluaran yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang diselenggarakan sekolah. Anggaran penerimaan adalah pendapatan yang diperoleh setiap tahun oleh sekolah dari berbagai sumber resmi dan diterima secara teratur atau tidak. Sedangkan anggaran pengeluaran adalah jumlah uang yang dibelanjakan setiap tahun untuk kepentingan  pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran di sekolah.
Belanja sekolah sangatlah ditentukan oleh besarnya anggaran pendapatan atau penerimaaan sekolah yang diterima dari berbagai sumber, langsung atau tidak langsung. Pengeluaran sekolah tersebut dapat dikategorikan kepada bebearapa hal, yaitu:
1.      Pengeluaran untuk pelaksanaan pembelajaran;
2.      Pengeluaran untuk tatauasaha sekolah;
3.      Untuk pemeliharaan sarana dan prasarana (fasilitas) sekolah;
4.      Pengeluaran untuk kesejahteraan pegawai;
5.      Pengeluaran untukn administrasi;
FUNGSI ANGGARAN
Anggaran berfungsi sebagai:
a.  Alat perencanaan dan pengendalian
b.  Alat bantu bagi manajemen dalam menempatkan organisasi dalam posisi kuatatau lemah
c.  Tolak ukur keberhasilan organisasi dalam pencapaian tujuan
d.  Alat motivasi bagi pimpinan dan karyawan untuk bertindak efisien
PRINSIP PENYUSUNAN ANGGARAN
Dalam menyusun anggaran, ada beberapa prinsip yang harus dipenuhi, antara lain;
a.  Ada pembagian wewenang dan tanggung jawab yang jelas dalam manajemen dan organisasi
b.  Ada sistem akuntansi yang memadai
c.  Ada analisis dan penelitian untuk menilai kinerja organisasi
d.  Ada dukungan dari pelaksana, mulai dari tingkat atas sampai tingkat bawah
Persoalan penting yang harus diperhatikan dalam menyusun anggaran suatu organisasi adalah bagaimana memanfaatkan dana secara efisien dan mengalokasikannnya secara tepat secara prioritas.
C. ALOKASI DANA
Perlu diperhatikan bahwa alokasi anggaran pendidikan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah besarnya tidak sama. Hal ini didasarkan pada dua hal, yaitu:
1.  Kebutuhan biaya penyelenggaraan pendidikan di setiap daerah,
2.  Banyaknya jumlah sekolah, kelas siswa dan guru disetiap daerah.
Dengan mempertimbangkan kedua hal tersebut, maka pada umumnya daerah  perkotaan memperoleh anggaran lebih besar daripada daerah pendesaan, karena memiliki unit sekolah lebih banyak sehingga membutuhkan pembiayaan yang lebih besar.
Dalam menentukan anggaran permasalahan yang sering dihadapi oleh para penyusun anggaran adalah;
1.  Perubahan tingkat harga yang mengakibatkan berubahnya biaya-biaya operasional,
2.  Perubahan tujuan dan skala prioritas organisasi
D.  PENGAWASAN
Pengawasan dilakukan secara langsung oleh para pimpinan terhadap bidang yang menggunakan keuangan. Tetapi secara sruktural dan fungsional ada proses pengawasan yang bekerja untuk mengaudit penggunaan pembiayaan yang dikeluarkan.
Pemanfaatan anggaran tidak boleh dibiarkan begitu saja, karena itu diperlukan pengawasan anggaran sebagai upaya memperkuat akuntabilitas para pimpinan sekolah. Pengawasan anggaran bertujuan untuk mengukur, membandingkan dan menilai alokasi biaya dengan tingkat penggunaannya. Dengan kata lain, pengawasan anggaran dilakukan untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi alokasi. Secara umum proses pengawasan tersebut mencakup kegiatan memantau, menilai dan melaporkan hasil pengawasan kepada pemerintah, atau yayasan (swasta/masyarkat).
Dalam kebijakan umum pengawasan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Rakernas, 1999), sistem pengawasan harus berorientasi pada hal-hal berikut:
1.  Sistem pengawasan fungsional yang dimulai sejak perencanaan yang menyangkut aspek penilaian kehematan, efisiensi dan efektivitas yang mencakup seluruh aktivitas program di setiap bidang organisasi.
2.  Hasil temuan pengawasan harus ditindaklanjuti dengan koordinasi antara aparat pengawasan dengan aparat penegak hukum serta instansi terkait turut menyamakan perssepsi, mencari pemecahan bersama atas masalah yang dihadapi.
3. Kegiatan pengawasan hendaknya lebih diarahkan pada bidang-bidang yang strategis dan memperhatikan aspek manajemen.
4.  Akurat, artinya informasi tentang kinerja yang diawasi memiliki ketepatan data/informasi yang tinggi.
E.   PERTANGGUNGJAWABAN
Prinsip-prinsip Pertanggungjawaban Keuangan, meliputi:
1.  Diusahakan secara singkat dan dilaksanakan pada setiap akhir pekan.
2.  Periksa terlebih dahulu Buku Kas Umum dalam hubungannya dengan buku yang lain setiap akhir bulan.
3. Diperingatkan kepada bendaharawan mengenai: pengiriman SPJ (Surat Pertanggungjawaban) bulanan,
4. Diperiksa pengurusan barang inventaris dan penyimpanan dokumen pertinggalkeuangan sewaktu-waktu.
5. Diadakan pemeriksaan kas dengan menyusun Berita Acara Pemeriksaan Kas setiap akhir triwulan secara teratur.
6. Atasan langsung atau bendaharawan bertanggungjawab atas keuangan negara
7.  Dilaporkan dengan segera (paling lambat 1 minggu) jika terjadi kerugian yang diderita oleh negara karena penggelapan atau perbuatan lain, kepada Sekretaris Jendral Depdiknas c.i. Kepala Biro Keuangan dengan tembusan kepada Inspektur Jendral Depdiknas dan BPK.
Dalam menentukan pemeriksaan satuan kerja, perlu mengadakan penilaian yang mencakup:
1.  Terselenggaranya pengawasan atasan langsung yang menjamin pelaksanaan tugas secara efektif dan efisien.
2.  Ketaatan dan ketepantan terhadap ketentuan yang berlaku.
3.  Pencapaian dari recana dan program, baik target finansial, target fisik, maupun target fungsional.
4.  Faktor ketenangan personil yang melaksanaan kegiatan pemeriksaan.
Dalam organisasi pendidikan, baik anggaran rutin maupun pembangunan terdapat 9 kategori pembelanjaan, yaitu:
1.  Dana cadangan untuk keperluan khusus, seperti dana sosial, biaya menerima tamu, membayar utang.
2. Pembelian barang, gaji dan kesejahteraan personil.
3. Belanja untuk melaksanakan tugas, barang habis pakai pada waktu pengajaran.
4. Dana pengadaan media, berbagai macam layanan, komunikasi.
5. Biaya fasilitas air, lampu, sanitasi, anggaran, pertanian sekolah.
6. Biaya bimbingan konseling, dosen tamu, karya wisata.
7. Perbaikan dan pengembangan kurikulum.
Disusun Oleh :
Nur Faizah
Surimah

Kelompok 9

BANGUNAN

PENDAHULUAN
Dalam merancang suatu bangunan apakah rumah tinggal atau gedung yang
diharapkan dari bangunan tersebut adalah dapat memuaskan bagi penghuninya. Faktor
kepuasan dari bangunan dapat diperoleh dari: lokasi, lay out, keindahan bangunan,
kekuatan konstruksi, keawetan, ekonomis, dan sebagainya. Faktor kekuatan konstruksi
menyangkut faktor dan persyaratan teknis, khususnya dalam pengetrapan sistem struktur
yang tepat dan penyelesaian konstruksi yang benar, sehingga akan menjamin keawetan
bangunan, kenyamanan, dan keamanan bagi  penghuninya. Betapa pentingnya kekuatan
dan keawetan bangunan jelas memerlukan pembahasan yang urut dan mendalam.
 Suatu bangunan mempunyai banyak bagian-bagian pokok yang  terdiri dari :
pondasi, dinding/kolom, lantai, pintu dan jendela, langit-langit,  atap, utilitas dan
sebagainya.
1. BANGUNAN
Manajemen pembangunan merupakan suatu sistem pembangunan yang dimulai dari sistem pengelolaan data dan informasi pendukung kebijakan pembangunan, sistem perencanaan dan penganggaran, sistem pengorganisasian dan pelaksanaan pembangunan, sistem pengendalian pembangunan, sistem evaluasi dan pemantauan pembangunan, dan sistem pelaporan hasil pelaksanaan pembangunan. Manajemen pembangunan modern menambahkan sistem teknologi informatika sebagai sarana mempermudah operasi sistem pembangunan.
Wujud pelaksanaan manajemen pembangunan yang paling perlu mendapatkan perhatian baik pada level pemerintahan nasional maupun pada level pemerintahan daerah adalah penyusunan dokumen rencana pembangunan daerah, pelaksanaan evaluasi kinerja dan pemantauan pembangunan daerah, dan pengelolaan sistem informasi manajemen pembangunan daerah. Secara khusus berkenaan dengan pelaksanaan manajemen pembangunan daerah, beberapa regulasi seputar manajemen pembangunan daerah perlu mendapatkan pemahaman yaitu UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Berdasarkan UU SPPN, semua lembaga perencanaan pembangunan baik di tingkat nasional maupun tingkat daerah wajib menjalankan fungsi perencanaan. Dokumen UU SPPN ini, telah menegaskan fungsi perencanaan yang dilakukan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah secara resmi ke dalam proses manajemen pembangunan agar terdapat kepastian hukum atas fungsi perencanaan. Pemahaman berbagai konsep perencanaan pembangunan bagi jajaran pemerintah daerah merupakan kunci keberhasilan pelaksanaan pembangunan daerah. Dalam rangka pencapaian target pembangunan daerah, pemahaman konsep perencanaan pembangunan yang baik menjadi kebutuhan pokok jajaran pemeritah daerah. Dengan demikian penyusunan perencanaan kebijakan pembangunan daerah yang tepat sangat ditentukan oleh kemampuan jajaran pemerintah daerah dalam memahami konsep perencanaan pembangunan. Oleh karena itu pemahaman manajemen perencanaan pembangunan yang dimulai dari proses penyusunan perencanaan, penetapan kebijakan pembangunan, pelaksanaan pembangunan, hingga kembali pada monitoring dan evaluasi menjadi sangat diperlukan oleh para pelaku pembangunan termasuk pelaku pembangunan daerah.

Sementara itu, sebagai wujud dari ketentuan Pasal 30 Undang-Undang 25 Tahun 2004 tentang SPPN, pemerintah juga menetapkan Peraturan Pemerintah terkait dengan UU SPPN. Peraturan pemerintah tersebut adalah PP 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan. Dalam dokumen PP 39/2006 telah memuat tata cara pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan seperti: (1) pemantauan pelaksanaan rencana pembangunan, (2) pengawasan pelaksanaan rencana pembangunan dan (3) tata cara pengawasan pelaksanaan rencana pembangunan. Selain ketiga poin di atas, dokumen ini juga mengatur evaluasi pelaksanaan
,pembangunan.

Dalam rangka mensinergikan berbagai regulasi demikian, maka suatu sistem informasi manajemen pembangunan daerah perlu mendapatkan tempat untuk dipahami agar siklus data dan informasi dalam rangka penyusunan rencana dan penganggaran pembangunan dapat dilakukan dengan tepat dan terarah. Dengam demikian, kebutuhan serta validitas data dan informasi dapat lebih berkualitas dan menentukan keperhasilan pelaksanaan rencanapembangunan.
 2. BANGUNAN DAN PEMBELAJARAN

1.    Bangunan Segi empat MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) dan daerah lingkaran
a)    Bangunan segi empat MBS merefleksikan proses pengelolaan pendidikan.
b)    Proses pembelajaran (PBM) digambarkan dalam bangunana lingkaran dengan garis-garis tebal karena proses ini lebih terfokus, direncanakan dengan sadar, materi dan metode serta sumber major yang spesifik dan dengan tujuan untuk mencapai kompetensi yang spesifik pula, sedangkan roses pendidikan di dalam sebuah sekolah merupakan wadah interasosial yang lebih luas dan beragam kegiatannya.
c)    Sumber Daya Pendidikan (SDP) merupakan sisi penopang penting untuk keberhasilan proses pembelajaran maupun prosees pendidikan pada umumnya pada suatu sekolah
d)    Kurikulum berbasis kompetensi menuntut inisiatif dan kreativitas guru, bahkan para guru baik secara sendiri atau kelompok dapat merumuskan silabus dan kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik.
2.    Atap Segitiga
Dalam bangunan MBS, terdapat atap segitiga akuntabilitas yang merujuk kepada standar nasional, akreditasi sekolah dan evaluasi independen oleh lembaga mandiri.
Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah juga berfungsi sebagai standar nasional karena ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Evaluasi merupakan bentuk akuntabilitas yang diberikan kepada satuan-satuan pendidikan, termasuk program-programnya.
Menurut pasal 61 UU Nomor 20 tahun 2003, sertifikat berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi.
Sertifikat kompetensi melalui uji kompetensi pada umumnya sangat populer untuk sekolah kejuruan dan kursus-kursus serta pelatihan keterampilan tertentu yang bersifa vokasional.
Berdasarkan pasal 61 UU Nomor 20 tahun 2003, p[ara pengambil kebijakan masih mempunyai ruang untuk mengatur pelaksanaannya.
3.    Lantai Prasyarat (SPM), Fondasi (Kebijakan Pemerintah Kabupaten/Kota) dan Lahan (Aspirasi Masyarakat)
Pelaksanaan MBS yang berwawasan mutu (MBS) akan sulit diwujudkan bahkan dalam kondisi tertentu tidak dapat dilaksanakan, kalau pemenuhan standar  pelayanan minimal sekolah (P-SPM-S) tidak dilaksanakan untuk mendukung sumber daya pendidikan (SDM) yang memadai. Sesuai dengan Kepmendiknas Nomor 044/U/2002, Dewan Pendidikan berperan menampung dan menyalurkan aspirasi tersebut, dengan fungsinya sebagai pendukung (turut mencari solusi dan pemecahan masalah), penasehat (pemberi saran), pengawas (ikut mengontrol) dan mediator (penghubung berbagai pihak untuk membantu pendidikan). Dalam praktik saling hubungan antarelemen tersebut sungguhpun merupakan parameter, tetapi pelaksanaannya elastis/fleksibel dan dinamis dan sangat ditentukan oleh loyalitas serta kesungguhan berbagai pihak terkait terhadap pelaksanaan sistem yang berlaku.
A ) Perencanaan Pembangunan
Konsep dasar perencanaan adalah rasionalitas, ialah cara berpikir ilmiah dalam menyelesaikan problem dengan cara sistematis dan menyediakan berbagai alternatif solusi guna memperoleh tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu perencanaan sangat dipengaruhi oleh karakter masyarakat dalam mengembangkan budaya ilmiah dalam menyelesaikan Tugas Filsafat dan Teori Perencanaan Pembangunan 2 permasalahan yang dihadapinya. Hal ini cukup beralasan karena perencanaan juga berkaitan dengan pengambilan keputusan (decision
maker), sedangkan kualitas hasil pengambilan keputusan berkorelasi dengan pengetahuan (knowledge), pengalaman (experience), informasi berupa data yang dikumpulkan oleh pengambil keputusan (ekskutor). Untuk lebih jelasnya dapat di lihat kembali pada kurva/grafik spatial data dan decesion.
Menurut friedmann, perencanaan akan berhadapan dengan problem mendasar yakni bagaimana teknis pengetahuan perencanaan yang efektif dalam menginformasikan aksi-aksi publik. Atas dasar tersebut maka perencanaan didefinisikan sebagai komponen yang menghubungkan antara pengetahuan dengan aksi/tindakan dalam wilayah publik. Pada prinsipnya friedmann menyatakan perencanaan harus bertujuan untuk kepentingan
masyarakat banyak.
3. BENTUK DAN KEBUTUHAN
 Rusunawa merupakan salah satu solusi pemenuhan kebutuhan akan tempat tinggal yang layak bagi penduduk di kota besar seperti Surabaya. Beberapa bangunan Rusunawa di Surabaya merupakan bangunan bertingkat rendah, yakni bangunan yang memiliki jumlah lantai 4 buah dan tanpa mempergunakan lift. Luas ruangan masing-masing hunian adalah 18 m2. Surabaya merupakan kota yang terletak dipinggir laut Jawa, memiliki temperatur maksimum sebesar 34.7oC pada bulan Oktober dan temperatur minimum sebesar 20 oC pada bulan Juli, sedangkan kelembaban rata-rata sebesar 98% pada bulan Maret dan kelembaban minimum sebesar 32% pada bulan Oktober. Temperatur ini berpengaruh terhadap temperatur di dalam ruangan bangunan. Embodied energy material bangunan merupakan salah satu faktor penting dalam sustainable arsitektur, bangunan harus memiliki efisien dalam embodied energy material, karena hal ini berhubungan dengan keberadaan sumber alam dunia atau lokal. Embodied energy material dalam bangunan adalah energi yang dipergunakan untuk proses produksi, konstruksi, pemeliharaan dan pembongkaran bangunan. Bangunan efisien embodied energy merupakan bangunan yang memiliki embodied energy total dari semua bahan bangunan yang dipergunakan beserta sistem konstruksinya yang relatif rendah, tetapi bangunan tersebut juga harus efisien terhadap energi pendinginan atau pemanasan bangunan. Kesimpulan yang diperoleh adalah bangunan yang efisien embodied energy tidak selalu bangunan dengan luas lantai yang relatif kecil, bahan bangunan dinding beton ringan lebih efisien embodied energy daripada dinding batako, elemen bangunan yang berpengaruh besar adalah bahan bangunan dan luasan lantai. Hasil penelitian merupakan masukan untuk disain hunian rusunawa bertingkat rendah di kota-kota besar yang sustainable arsitektur. 
HAL-HAL YANG PERLU DI PERTIMBANGKAN :
A. Lahan Peruntukkan
Dalam memanfaatkan lahan tentunya harus sesuai dengan kemampuan dan fungsi lahan tersebut sehingga dapat dioptimalkan pemanfaatannya. Untuk itu diperlukan tata ruang kota yang mampu mengatur agar dalam penggunaan lahan dapat disesuaikan dengan fungsinya. Penelitian ini menggunakan Sistem Informasi Geografis metode overlay. Karena Sistem Informasi Geografis merupakan salah satu perangkat lunak yang dapat digunakan dalam melakukan analisa penggunaan lahan dimana dengan SIG informasi akan lebih hidup karena proses manipulasi dan presentasi data direalisasikan dengan lokasi-lokasi geografi dipermukaan bumi Daerah penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah wilayah Kota Mojokerto. Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa pada wilayah Kota Mojokerto yang mempunyai luas administratif 1.646,54 ha dengan penggunaan lahan terbesar adalah wilayah pemukiman seluas 744,623 ha, kawasan pertanian seluas 521,196 ha, daerah lahan terbuka hijau sebesar 56,893 ha, daerah perdagangan dan jasa seluas 52,289 ha dan wilayah industri dan pergudangan seluas 4,234 ha. Daerah yang dalam penggunaan lahannya belum sesuai yang direncanakan adalah daerah BWK A dan BWK B3. Juga adanya perubahan lahan dari pertanian menjadi pemukiman seluas 10,599 Ha.
B. Site Plan
Site plan adalah rencana tapak. Pengertian Site plan adalah gambar dua dimensi yan menunjukan detail  dari rencana yang akan dilkukan terhadap sebauh kaveling tanah, baik menyagkut rencana jalan, utilitas air bersih , listrik, dan air kotor, fasilitas umum dan fasilitas sosial. Siteplan dalam dunia properti mungkin juga mencakup serta cluster- cluster perumahan yang direncanakan.
C.Zona Publik, semi private dan private
Zona-zona dalam hunian dikelompokkan sebagai berikut :
a. Zona public yang bersifat umum, di mana semua orang dapat mengakses ruangan tersebut tanpa ada batasan-batasan.
Contoh : teras dan ruang tamu
Penempatan zona publik sebaiknya di lokasi yang mudah dilihat dan diakses baik dari depan atau belakang rumah dan dapat juga di tengah-tengah bangunan sebagai pusat sirkulasi.
b. Zona semi publik (semi privat) yang bersifat setengah umum di mana semua orang dapat mengakses maupun memakainya, tapi ada kondisi-kondisi tertentu di mana tidak dengan beban menggunakannya.
Contoh : kamar mandi, ruang keluarga, dan ruang makan.
Penempatan zona semi publik sebaiknya di lokasi yang agak sulit diakses dan tidak dengan leluasa dipandang.
c. Zona privat yang bersifat sangat tertutup di mana tidak sembarang orang boleh mengaksesnya atau menggunakannya tanpa ada izin dari pemiliknya.
Contoh: ruang tidur
Penempatan zona privat di lokasi yang bersifat tertutup dan sulit diakses.
d. Zona servis yang bersifat umum namun sengaja difungsikan untuk kegiatan penunjang.
Contoh: dapur, ruang cuci, gudang, garasi, dan car port.
Seperti halnya zona publik, zona servis juga diusahakan didesain dahulu jenis lay out yang akan diterapkan, disesuaikan dengan luasan lahan.
Bila lahan cukup luas dengan lebar yang memungkinkan bangunan berdiri tidak menempel pada sisi kiri atau kanan tembok pagar bumi, lay out tertutup dapat dipakai. Lay out ini menghadirkan suasana ruangan dengan batas-batas antarruang yang tegas namun memungkinkan cahaya dan angin masuk.
Bila lahan kecil dengan lebar yang terbatas, sehingga memaksa bangunan berdiri dengan diapit oleh pagar bumi, lay out terbuka sangat dianjurkan untuk diadopsi. Lay out ini memakai prinsip pembagian ruang tidak harus memakai dinding pembatas yang massif, namun cukup dengan peninggian atau penurunan lantai atau plafon.
Lay out tersebut menjadikan hunian terasa luas, terang, dan sejuk, udara, cahaya, dan pandangan hadir tanpa batasan tertentu namun menjadikan tiap-tiap ruangan menjadi seakan-akan bersifat umum.
Daftar Pustaka

http://imansantoso73.multiply.com/journal/item/11/KONSEP-MANAJEMEN-PEMBANGUNAN?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem
Sumber: 
http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2174142-macam-macam-zona-dalam-hunian/#ixzz2BT72Khv6
http://digilib.its.ac.id/ITS-Undergraduate-3100007028591/6177
http://tkampus.blogspot.com/2012/01/perencanaan-pembangunan.html
http://www.bekasikota.go.id/read/109/izin-rencana-tapak---site-plan--
http://fedelisrudi.blogspot.com/2012/10/bangunan-manajemen-berbasis-sekolah.htmlA

Kelompok 11

 
PSDM (Pengembangan Sumber Daya Manusia)
 
BAB I
PENDAHULUAN
Sumber Daya Manusia (SDM) di dalam organisasi perusahaan merupakan kunci keberhasilan perusahaan, karena pada dasarnya SDM yang merancang, memasang, mengoperasikan dan memelihara dari sistem integral dari perusahaan.
Pengembangan Sumber Daya Manusia dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Dalam tahap pengembangan Sumber Daya Manusia ini terdapat dua aspek kegiatan penting yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, yaitu kegiatan pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia itu sendiri yang dimaksudkan agar potensi yang dimiliki pegawai dapat digunakan secara efektif. Kegiatan pelatihan dipandang sebagai awal yaitu dengan diadakannya proses orientasi yang kemudian dilanjutkan secara berkelanjutan selama pegawai tersebut berada di dalam organisasi.
Pengembangan sumber daya manusia merupakan keharusan mutlak, bahwa baik untuk menghadapi tuntutan tugas sekarang maupun untuk menjawab tantangan masa depan. Tujuan pengembangan sumber daya manusia adalah dapat ditingkatkannya kemampuan, keterampilan dan sikap anggota organisasi sehingga lebih efektif dan efisien dalam mencapai sasaran-sasaran program ataupun tujuan organisasi.
BAB II
PEMBAHASAN
  1. Perencanaan, Rekrutmen, dan Seleksi
    1. Perencanaan
Perencanaan di sini berarti melakukan persiapan dan seleksi tenaga kerja. Dalam proses persiapan dilakukan perencanaan kebutuhan akan sumber daya manusia dengan menentukan berbagai pekerjaan yang mungkin timbul. Yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan perkiraan akan pekerjaan yang lowong, jumlahnya, waktu, dan lain sebagainya. Ada dua faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan persiapan, yaitu faktor internal seperti jumlah kebutuhan karyawan baru, struktur organisasi, departemen yang ada, dan lain-lain. Faktor eksternal seperti hukum ketenagakerjaan, kondisi pasar tenaga kerja, dan lain sebagainya.
    1. Rekrutmen
Rekrutmen adalah upaya untuk menghasilkan suatu pelamar kerja untuk ditempatkan dalam suatu bidang yang dibutuhkan oleh sebuah perusahaan. Rekrutmen antara lain meliputi upaya pencarian sejumlah calon karyawan yang memenuhi syarat dalam jumlah tertentu sehingga dari mereka perusahaan dapat menyeleksi orang-orang yang paling tepat untuk mengisi lowongan pekerjaan yang ada. Sebagai akibatnya rekrutmen tidak hanya menarik simpati atau minat seseorang untuk bekerja pada perusahaan tersebut, melainkan juga memperbesar kemungkinan untuk mempertahankan mereka setelah bekerja. Jadi, rekrutmen merupakan usaha yang dilakukan untuk memperoleh sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam mengisi jabatan-jabatan tertentu yang masih kosong.
Dalam proses rekrutmen terdiri dari dua fase, pertama yaitu untuk memonitor perubahan lingkungan dan organisasi yang menimbulkan kebutuhan sumber daya manusia baru dan menetapkan pekerjaan-pekerjaan yang harus diisi dan tipe-tipe pelamar yang diperlukan, yang kedua adalah untuk menyebarluaskan kepada pelamar yang potensial bahwa ada lowongan pekerjaan, sehingga menarik pelamar yang bersangkutan.1
    1. Seleksi
Proses seleksi merupakan salah satu bagian yang terpenting dalam keseluruhan proses manajemen sumber daya manusia. Pernyataan ini didasarkan pada suatu alasan bahwa suatu organisasi ataupun perusahaan akan mendapatkan sejumlah pegawai yang tergantung pada cermat tidaknya proses seleksi ini dilakukan. Dalam proses seleksi ini merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dengan rekrutmen.
Langkah-langkah dalam proses seleksi:
  1. Penerimaan surat lamaran
  2. Penyelenggaraan ujian
  3. Wawancara seleksi
  4. Pengecekan latarbelakang pelamar dan surat-surat referensinya
  5. Evaluasi kesehatan
  6. Wawancara oleh manajer yang akan menjadi atasan langsungnya
  7. Pengenalan pekerjaan dan keputusan atas lamaran.2
Ada empat standar yang dapat digunakan organisasi dalam proses seleksi, yaitu:
  1. Relevansi
  2. Reliabilitas
  3. Validitas
  4. Faktor keadilan.3
  1. Pendidikan dan Pelatihan
Ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli yang berkenaan dengan pendidikan dan pelatihan. Menurut Notoatmojo mengemukakan pendidikan dan pelatihan adalah merupakan upaya untuk pengembangan sumber daya manusia, terutama untuk pengembangan aspek kemampuan intelektual dan kepribadian manusia. Penggunaan istilah pendidikan dan pelatihan dalam suatu institusi atau organisasi biasanya disatukan menjadi diklat (pendidikan dan pelatihan).
Pendidikan dalam suatu organisasi adalah suatu proses pengembangan kemampuan kearah yang diinginkan oleh organisasi yang bersangkutan. Sedangkan pelatihan adalah merupakan bagian dari suatu proses pendidikan, yang tujuannya untuk meningkatkan kemampuan atau keterampilan khusus seseorang atau sekelompok orang.
Ada dua strategi pendidikan atau pelatihan yang dapat dilakukan organisasi, yaitu pendidikan yang dilakukan didalam organisasi tempat kerja pegawai (on the job training) dan pendidikan yang dilakukan diluar tempat kerja pegawai (off the job training).
Strategi atau metode ”on the job training” dilakukan oleh instansi kepada pegawai dengan tetap bekerja sambil mengikuti pelatihan/pendidikan. Kegiatan ini meliputi rotasi kerja dimana pegawai pada waktu tertentu melakukan suatu rangkaian pekerjaan (job rotation). Pegawai secara internal dilatih dan dibimbing oleh pegawai lain yang berkemampuan tinggi dan mempunyai kewenangan melatih (Wilson, dkk, 1983; Sloane dan Witney, 1988). Sedangkan ”off the job training” dilakukan diluar tempat kerja pegawai. Pendidikan atau pelatihan mengacu pada simulasi pekerjaan yang sebenarnya. Metode ini dapat juga dilakukan didalam kelas dengan seminar, kuliah dengan pemutaran film tentang pendidikan sumber daya manusia. Tujuannya adalah untuk menghindarkan tekanan-tekanan yang mungkin mempengaruhi proses belajar.
  1. Profesionalisme SDM (Khususnya Tenaga Pendidik)
Pada era globalisasi, institusi pendidikan formal mengemban tugas penting untuk menyiapkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia berkualitas di masa depan. Di lingkungan pendidikan persekolahan ini, guru professional memegang kunci utama bagi peningkatan mutu SDM masa depan itu. Guru merupakan tenaga professional yang melakukan tugas pokok dan fungsi peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik sebagai aset manusia Indonesia masa depan. 4
Hingga saat ini secara kuantitatif populasi guru di Indonesia sangat besar. Secara nasional masih banyak guru yang belum memenuhi persyaratan kualifikasi akademik. Untuk mempercepat seluruh guru memenuhi persyaratan kualifikasi pendidikan yang diharapkan tuntas pada tahun 2015 sesuai dengan amanat UU Nomor 14 Tahun 2005, pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional sejak tahun 2006 memberikan subsidi peningkatan kualifikasi guru pada satuan pendidikan dasar dan menengah yang sedang dan akan menempuh pendidikan jenjang S1/D-IV, baik guru PNS maupun guru bukan PNS. Sejalan dengan itu, pelaksanaan sertifikasi guru yang telah dimulai sejak tahun 2007 akan terus dilakukan, sehingga guru-guru yang ada dan telah memenuhi persyaratan dapat memperoleh sertifikasi sesuai dengan kriteria dan rentang waktu yang ditetapkan dalam undang-undang. 5
Profesi dan Profesionalisasi Guru
Guru profesional memiliki kemampuan mengorganisasikan lingkungan belajar yang produktif. Kata ”profesi” secara terminologi diartikan suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya dengan titik tekan pekerjaan mental, bukan pekerjaan manual. Kemampuan mental yang dimaksudkan di sini adalah ada persyaratan pengetahuan teoritis sebagai instrumen untuk melakukan perbuatan praktis.
Sebagai tenaga profesional, guru dituntut memvalidasi ilmunya, baik melalui belajar sendiri maupun melalui program pembinaan dan pengembangan yang dilembagakan oleh pemerintah atau masyarakat. Pembinaan merupakan upaya peningkatan profesionalisme guru yang dapat dilakukan melalui kegiatan seminar, pelatihan, dan pendidikan. Pembinaan guru dilakukan dana kerangka pembinaan profesi dan karier. Pembinaan profesi guru meliputi pembinaan kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Pembinaan karier sebagaimana dimaksud meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.
DAFTAR PUSTAKA:
Sukamti, Umi. 1989. Management Personalia/Sumber Daya Manusia. Jakarta: P2LPTK Dikti Depdikbud.
Siagian, Sondang P. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Prof. Dr. Baedhowi, M. Si. Peningkatan profesionalisme tenaga pendidik dalam upaya mewujudkan SDM pendidikan yang unggul dan mandiri.
Blog.fitb.itb.ac.id/usepm/wp…/pengembangan-sdm-berbasis-kompetensi.pdf